Jumat, 03 November 2017

keterbukaan imunologi (immunological tolerance)

amatan komplit: keterbukaan imunologi imunologi keterbukaan imunologi (immunological tolerance) ialah ketidakmampuan dari skema keimunan buat memberi jawaban (unresponsiveness) akan sesuatu antigen lantaran induksi dari antigen yang serupa sebelumnya. sel limfosit yang beradu kening atas antigen bisa jadi aktif serta membuahkan jawaban kalis, atau bisa jadi enggak aktif alias terbuang serta membuahkan keterbukaan. antigen yang membuat keterbukaan dikenal tolerogen (tolerogenic antigens). keterbukaan akan antigen yang dipabrikasi badan (self-antigen) dikenal selaku self-tolerance (abbas, dkk 2007). skema kalis pada dasarnya dipegang oleh dua sel penting, ialah sel limfosit b (berfungsi dalam jawaban humoral) serta sel limfosit t (berfungsi dalam jawaban seluler). ketidakmampuan kedua sel itu dalam memberi jawaban akan antigen spesifiknya diketahui atas kata anergy. lymphocyte anergy (dikenal clonal anergy) ialah kehampaan dari klona sel b atau sel t buat bereaksi akan antigen serta jadi representasi akan metode buat menjaga keterbukaan imunologi badan seorang diri (cruse & lewis, 2003). pokok dari metode keterbukaan imunologi ditemui sekeliling tahun 1945 dimana, owen melaksanakan pemantauan akan sebandung jawi non-identik (dizygotic) yang saling memberi peredaran plasental yang serupa serta melebarkan keterbukaan akan antigen dari sel darah satu serupa lain. kejadian ini setelah itu diawasi lebih lanjut oleh burnet serta fenner. mereka beranggapan kalau sesuatu antigen yang mendekati sel limfoid, dimana kemajuan imunitasnya belum matang, bakal menekan jawaban akan antigen yang serupa ketika pemaparan definisi selanjutnya serta binatang itu dengan cara imunologi sudah matang. eksperimen lebih lanjut dijalani oleh medawar, brent, serta billingham memakai pencangkokan kulit pada tikus. medawar serta rekannya mendapatkan asas esensial kalau keterbukaan imunologi bisa berlangsung karna adanya induksi dari sesuatu antigen pada sesuatu periode kemajuan limfosit serta cara induksi itu bisa dijalani dengan cara ciptaan (artificial) (roitt & delves, 2001). ilustrasi 1. eksperimen yang dijalani oleh medawar, brent, serta billingham memakai pencangkokan kulit pada tikus. cara induksi keterbukaan (induced tolerance) ini setelah itu dijabarkan dalam dua contoh, ialah keterbukaan esensial (central tolerance) serta keterbukaan peripheral (peripheral tolerance). keterbukaan esensial dijabarkan selaku keterbukaan yang kelihatan selagi kemajuan dari sel limfosit, sementara keterbukaan peripheral dijabarkan selaku keterbukaan yang kelihatan sehabis sel limfosit meninggalkan alat kemajuan elementer (shetty, 2005). keterbukaan esensial (central tolerance) berlangsung pada alat elementer/esensial dari kemajuan sel limfosit, ialah thymus pada sel t serta benak tulang pada sel b. selagi kemajuan sel b serta sel t di benak tulang serta thymus, kemunculan antigen yang ada pada alat itu biasanya cuma berwujud antigen seorang diri (self-antigen). keadaan ini lantaran antigen asing dari kawasan luar, enggak bakal ditrasport ke dalam timus, tetapi dibekuk serta ditransportasikan menuju alat limfoid perifer (abbas, dkk 2007). pemaparan definisi akan antigen seorang diri atas jumlah tinggi bakal membawa dampak sel limfosit belia (immature) mendapati sebagian kemungkinan selagi keterbukaan esensial, ialah sel itu bakal apoptosis (dikenal pula clonal deletion), sebagian sel b belia yang enggak mati bakal mendapati peralihan pada reseptor mereka sehingga enggak menandai antigen seorang diri (cara ini dikenal pula receptor editing), serta sebagian cd4+ bakal berdeferensiasi jadi sel t regulator (lazim dikenal sel t suppressor) yang setelah itu mengimbit ke alat perifer serta menghindari jawaban akan antigen seorang diri. keterbukaan peripheral berlangsung ketika limfosit berumur yang bisa memahami antigen seorang diri bakal kelenyapan kemampuannya dalam memberi jawaban (dikenal anergy), turunnya viability sel, serta terinduksi membawa dampak apoptosis (abbas, dkk 2007). sel b bisa jadi keterbukaan akan sesuatu antigen dengan empat hierarki insiden, ialah clonal abortion, clonal exnaustion, functional deletion, serta langkah terakhir ialah afc blockade. clonal abortion ialah insiden kala pertama kali sel b yang belum matang berjumpa atas sesuatu antigen dalam besaran yang minim. keadaan serupa ini disangka bisa membawa dampak abolisi pematangan sel b buat membawa dampak jawaban kalis, keadaan itu melahirkan enggak terjadinya jawaban kalis akan antigen itu. insiden clonal exhaustion berlangsung bila berlangsung pemaparan definisi akan sesuatu antigen yang berkarakter t-independent bisa membuat terjadinya clonal exhaustion. keadaan itu melahirkan afc dari sel b yang terwujud berumur cepak serta akibatnya enggak lagi ada sel yang bisa merespons antigen. insiden delesi fungsional diakibatkan oleh eksistensi antigen yang dependent akan sel t ataupun yang berkarakter bebas. terjadinya delesi fungsional disesbabkan oleh enggak adanya dukungan dari sel t buat melawan antigen itu sehingga sel b enggak bisa merespons dengan cara biasa. jumlah antigen yang amat besar bisa melahirkan terjadinya isolasi pembuatan sel afc sehingga antibodi enggak terwujud. kolom keterbukaan pada sel t dengan cara biasa ada analogi atas sel b. ada tiga hierarki ialah clonal abortion, functional deletion, serta suppression sel t. clonal abortion ialah hierarki dimana sel t yang belum matang bisa dihambat cara pematangannya atas aturan yang mendekati atas sel b. functional deletion berlangsung ketika sel t yang matang fungsinya dihambat oleh pemaparan definisi akan antibodi. sel t suppression beroperasi atas membebaskan bahan pemampat sel t sehingga bisa menghambat guna sel t yang sudah matang buat menandai antigen. sel t serta sel b ada idiosinkrasi keterbukaan yang berlainan dampingi satu atas yang lainnya. perbedaan-perbedaan idiosinkrasi itu melingkupi durasi induksi, jumlah antigen, eksistensi antigen, spesifisitas antigen, serta lama antigen. durasi induksi yang dipunya oleh sel t berlainan atas sel b serta bergantung pada tipe antigennya. pada antigen dependent sel t, sel t bisa terinduksi atas kilat sebaliknya sel b terinduksi dalam durasi yang lebih lamban, ialah sekeliling empat hari. sebaliknya pada antigen yang independent akan sel t, antigen itu lebih kilat menginduksi keterbukaan pada sel b. jumlah antigen yang dikasihkan pula bakal berakibat pada induksi akan keterbukaan. jumlah antigen yang diharuskan buat menginduksi keterbukaan sel b harus lebih melimpah ketimbang besaran antigen yang diharuskan buat menginduksi keterbukaan sel t. diperkirakan harus antigen sebanyak 100-1000 kali lebih melimpah buat menginduksi sel b ketimbang besaran antigen yang diharuskan buat menginduksi sel t. eksistensi sesuatu antigen pula bisa amat mempengaruhi keterbukaan yang terwujud sehingga bakal berakibat pula akan durasi lamanya pemaparan definisi sesuatu antigen. spesifisitas sesuatu antigen pula berakibat akan jawaban keterbukaan yang terwujud. dikenal kalau sesuatu keterbukaan terwujud dengan cara spesifik buat epitope definit, enggak akan antigen definit. keadaan itu bisa melahirkan munculnya keterbukaan akan beragam tipe antigen yang ada kecocokan pembatas. obat imunosupresif enggak bisa melahirkan keterbukaan antigen-spesifik bila obat itu berperan dengan cara proporsional pada klona yang gampang dirangsang. sebagian obat imunosupresif bisa berperan dengan cara spesifik akan bentuk majemuk limfosit, contohnya cyclosporin a mempengaruhi cuma sel t. obat imunosupresif bisa membikin kondisi antigen-spesifik atas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar